Aku sedang melamun sambil menggoyang-goyangkan kaki di meja kerja. Di sampingku, kipas angin sedang menyala untuk mengusir nyamuk yang sering bernaung di bawah meja. Sedang berpikir, kenapa aku suka sekali menulis (dan membaca)?
Aku bisa saja menuliskan jawaban-jawaban penuh romantika di sini. Aku bisa bilang bahwa menulis adalah panggilan jiwa, seolah-olah kebahagiaanku lengkap jika sudah mencoret-coret kata. Aku bisa juga melantur dengan bilang bahwa menulis adalah kebebasan bersuara, ketika isi otak dan isi hati meluncur keluar tanpa halangan apa-apa.
Tapi…, rasanya bukan itu alasannya. Ternyata jawabannya kelewat sederhana.
Aku menulis, karena aku pelupa.
Ketika bersenda gurau dengan sahabatku, aku baru menyadari, betapa banyaknya hal-hal yang sudah aku lupakan dari masa-masa SMP dan SMA. Juga masa kuliah dan saat kerja. Ia mengingat detail-detail kecil yang sama sekali tidak muncul di otakku. Seolah-olah, otakku adalah sebuah komputer dan semua file di dalamnya terhapus tanpa sengaja.
Aku pelupa, tapi aku tidak tahu kenapa.
Aku pelupa, tapi aku tidak mau jadi pelupa.
Aku mau mengingat hal-hal kecil yang terjadi di tengah hidupku yang biasa-biasa ini. Aku tidak mau mengandalkan orang lain untuk menyimpan memori istimewa. Aku mau mengingat nama, mengingat teman-teman yang sekarang entah dimana. Aku mau mengingat saat-saat lucu yang hanya bisa diulang lewat nostalgia. Aku mau mengingat detail wajah dan ekspresi dari orang-orang yang sudah meninggalkanku.
Itulah kenapa aku menulis. Karena aku menolak lupa.
Aku mau mengabadikan hal-hal yang terdengar kurang penting. Aku mau membisikkan sedikit ingatan manis untuk diriku di masa depan. Dari aku di masa lalu, untuk aku di masa yang akan datang. Anggap saja, seperti surat cinta yang masuk ke mesin waktu.
Aku harus terus menulis. Tentang hari, tentang hobi, tentang makanan kesukaan, tentang kebiasaan memberi makan burung, tentang cerita ayah dan ibu hari ini, juga tentang momen manis yang membuat hati terasa hangat. Aku pelupa, tapi aku memilih untuk melawannya.
Itulah kenapa, aku harus terus menulis.
Malang, 27 May 2020
FN