Entah kenapa, tiga buku berturut-turut yang aku baca ceritanya tentang orang mau meninggal semua. Well, duanya mau bunuh diri. Yang satunya kena kanker. Okay, how could I begin this book review? This book was. . . okay.
The pluses:
1. Buku ini dinarasikan oleh cowok umur 16 tahun, si Craig, yang ceritanya dia depresi dan dia cari pertolongan di suicide numbers. Yang akhirnya di harus stay di rumah sakit jiwa untuk beberapa hari. Menarik sih ceritanya. Ada angle yang menarik karena buku ini menceritakan kalau sistem pendidikan di sekolah Craig itu sangat sangat ketat, sibuk, dan bikin murid-muridnya kena stres. Dan buku ini juga cerita tentang fenomena depresi yang sekarang lagi melanda anak-anak muda di US. Dan penyebabnya adalah karena sistem pendidikan mereka dan karena tuntutan sosial dari temen-temen yang gak ada habisnya. Interesting story? Check!
2. Ceritanya ringan dan menghibur. Sesekali si Craig bikin guyonan-guyonan yang cukup lucu. Jadi kita juga gak bosen baca buku setebel 400 halaman ini.
3. Kalau suka menelaah jalan pikiran orang (I like it), buku ini juga menarik, karena dia menceritakan dengan persepktif orang pertama, yaitu si Craig. Sehingga kita bisa tau lebih dalem tentang kenapa sih kok dia tiba-tiba depresi, apa sih yang dipikirin orang yang mau bunuh diri, terus gimana pelan-pelan cara pandang dia ke dunia ini berubah. Semuanya diceritain dengan detail karena banyak monolog yang dia lakuin.
The minuses:
1. One thing that really annoys me is the fact that he got a girlfriend at the end of the story. Bukannya apa, tapi buku ini seolah-olah menyimpulkan kalo kamu depresi, kamu cuma butuh pacar aja kok. Well, that’s not true. Di beberapa bagian, jelas banget buku ini bilang kalau Craig bisa happy lagi karena dia ketemu sama cewek yang super-cool ini. Terus kemudian mereka janjian untuk hang out setelah dua-duanya keluar dari rumah sakit jiwa.
WHAT?? Gak ada ending lebih bagus apa? Kayak misalnya Craig sadar kalo keluarga dia bakal patah hati kalau dia bunuh diri. Atau misalnya dia liat orang-orang lain yang lebih unfortunate terus dia sadar kalau hidup dia itu berharga. Kenapa harus cewek?? Kenapa?????? Itu lumayan bikin kecewa sih, setelah mounting up plot ceritanya dengan bagus, terus di 50 lembar terakhir akhirnya dia gak depresi lagi karena ketemu sama cewek ini, di RSJ pula!
2. Yang kurang dari buku ini adalah…..a ‘WOW’ element. Sesuatu yang keren, atau yang edukatif, atau yang ‘mind-blowing’. Atau seenggak-enggaknya, plot twist atau ending yang keren. Tapi sayang gak ada. Jadi bener-bener antiklimaks.
Kesimpulannya adalah: It was an okay book. Mau gak rekomendasiin ini ke temen-temen? Hmmm, kayaknya sih enggak. Soalnya banyak banget buku-buku lain yang lebih mendalam dan lebih ‘kena’ sama proses penyembuhan depresinya. Menurutku buku ini sangat sangat childish, jadi mungkin gak semua orang bisa menikmati jalan ceritanya.
Well, well, tetaplah membaca, semoga ada orang-orang yang lebih bisa menikmati buku ini daripada aku.